Selasa, 22 November 2011

Selamat Tinggal Sahabatku (Karya Siswa Al Azhar 19 Cibubur)





By: Adilla Zharifa


                Aku memakai baju gamis hitam yang sudah berantakkan walaupun baru disetrika. Dengan mata lembab aku berjalan menuju mobil yang sudah menunggu. Di perjalanan, aku teringat sebuah kisah yang takkan pernah kulupakan. Tentang hal yang menghantuiku beberapa hari ini. Kisah yang sangat buruk. Aku ingin melupakannya tetapi tidak bisa karena itu salahku. Dan sekarang aku malah benar-benar ingat setiap detik kisah itu.
                “Aku gak mau naik motor!” sahut Mira.
                “Kamu kan belum pernah nyoba, kalau nyoba kecanduan deh!” rayuku.
Mira tak terpengaruh sama sekali. Dia tetap melanjutkan lukisannya.
                “Kamu kan gak ada yang jemput. Orang tuamu masih kerja, kakakmu lagi pergi, adikmu? Mana mungkin! Dia masih berumur lima tahun”, lanjutku.
                “Aku bisa jalan”.
                “Kalau orang tuamu tahu kamu berjalan dari sini ke rumah, dia akan marah. Dari sisni ke rumahmu kan sangat jauh!”
Aku berhenti bicara tepat saat Mira berhenti melukis. Dia menatapku dan mengangguk ragu.
                Akhirnya mobil berhenti di depan pagar. Saat aku keluar mobil, tiba-tiba aku merasakan hujan. Aku mengambil paying pemberian Mira dan berjalan hati-hati ke dalam tempat itu.
                “Kamu yakin gak aka nada apa-apa?”
                “Percaya deh, naik motor gak seburuk yang kamu pikirkan.” Tiba-tiba hujan turun”
                “Ayo! Cepat naik sebelum deras!” Mira pun memakai helm dan menaikki motorku. Aku membawa motor itu dengan kecepatan yang cukup tinggi.
                Aku duduk di tikar yang telah disediakan. Dalam beberapa detik, air hujan makin deras. Dan aku baru sadar, air mataku juga turun dengan deras. Aku menatap ke atas, ke paying yang tembus pandang pemberian Mira. Air hujan terlihat berjatuhan.
                “Jangan terlalu kencang ti!”
                “Enggak akan apa-apa! Santai aja!” Aku menaikkan kecepatan motor dan hujan malah makin deras. Aku menengok ke belakang melihat Mira yang ketakutan menatap ngeri melihat mobil yang ada di depan. Tiba-tiba air mengalir di pipinya. Aku memandang truk besar di depan dan aku tidak ingat lagi apa yang terjadi.
                Air mataku mengalir lebih deras saat aku memandang batu bertuliskan
                ‘Amira Anisah 17 April 1990 – 17 April 2010’
                Ya, dia meninggal.
                Bahkan saat ulang tahunnya, aku mendatangi tempat ia dimakamkan satu minggu setelah dia meninggal. Karena dokter bilang aku koma satu minggu. Dan aku baru bangun tadi pagi jam dua belas malam. Di benakku, aku membuat sebuah perjanjian. Aku tidak akan pernah memaksa orang lagi bahkan sebelum mereka memintaku untuk tidak menggodanya, karena jika aku memanksa, malah akan membuat musibah. Tidak hanya musibah bagi orang tersebut, itu akan menjadi musibah setiap orang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar