Minggu, 03 Juni 2012

Film Jurnalistik

1. Shattered Glass (2003)
Di antara daftar film di postingan ini, ini adalah film yang pertama kali saya tonton. Film ini bagus sekali menurut saya, sayang tidak mendapat promosi yang cukup sehingga tidak banyak orang tahu, salah satu produsernya bahkan Tom Cruise (yang membuat saya kaget). Diangkat dari kisah nyata tentang seorang jurnalis muda berbakat bernama Stephen Glass (Hayden Christensen) yang bekerja di Majalah New Republic. Kisahnya berpusat pada perjalanan karir Stephen pada tahun 1990-an yang artikel-artikelnya diakui sangat bagus dan turut mengangkat popularitas majalah tempatnya bekerja, sampai suatu saat, artikelnya berjudul “Hack Heaven” ternyata diketahu merupakan artikel fiksi, semua data dan narasumber adalah karangan Stephen sendiri, penemuan itu berbuntut pada penemuan artikel-artikel lainnya yang ternyata totalnya ada 27 artikel dari Stephen yang fiksi, kebohongan ini membuat dirinya dipecat dan New Republic memuat pernyataan maaf kepada publik atas kebohongan 27 artikel tersebut.
Tidak diungkapkan dengan jelas, apa yang menyebabkan Stephen sampai berani berbohong kepada pembaca, mengingat kalau disimak dalam film ini. Dia punya kemampuan kerja jurnalistik yang bagus (Pada masa itu selain di New Republic, ia juga dikontrak beberapa media cetak lain sehingga dikenal sebagai jurnalis muda yang berpenghasilan besar).
Yang saya suka dari film ini adalah gambaran proses kerja jurnalistik di media cetak, khususnya majalah. Dimulai dari reportase, penulisan, pengecekan data dan fakta, editing, direvisi oleh jurnalisnya, pengecekan data fakta dan editing kedua kali lalu siap dilayout dan naik cetak. Atmosfer jurnalistiknya terasa sekali, kantor redaksi yang penuh sesak, di lobi kantor dipasang majalah edisi-edisi sebelumnya. Yang miris, sifat bohong Stephen Glass ini seolah ingin dipertahankan sampai akhir film ketika obrolannya dengan murid-murid SD tempatnya bersekolah dulu ternyata cuma khayalannya.


2.The Hunting Party (2007)
Rekomendasi seorang teman dan nama besar pemeran utamanya adalah alasan saya mau menonton film ini, filmnya bercerita tentang Simon Hunt (Richard Gere) jurnalis televisi spesialis daerah konflik dan perang dengan pasangannya kameramen yang akrab dipanggil Duck (Terrence Howard). Selama bertahun-tahun mereka dikenal pasangan jurnalis yang berani dan sukses meraih banyak penghargaan, semuanya berubah ketika laporan langsung dari Bosnia, Simon melaporkan sambil marah-marah di televisi “Ini bukan perang! Ini pembantaian” dan beragam kata-kata makian lainnya, Simon kemudian dipecat namun tetap bekerja sebagai jurnalis dan menjual videonya liputannya ke beberapa televisi di berbagai negara sementara Duck tetap bekerja di televisi tersebut dan semakin naik jabatannya. Bertahun-tahun kemudian mereka bertemu lagi di Bosnia ketika Duck dan timnya termasuk Benjamin, anak wakil direktur televisi (Jesse Eisenberg, yang kabarnya akan bermain sebagai Mark Zuckerberg dalam film tentang Facebook berjudul “The Social Network” tahun ini) hadir di suatu acara PBB dan disana Simon mengajak Duck, juga akhirnya Benjamin untuk mengadakan wawancara eksklusif dengan penjahat perang di Bosnia bernama Radoslav Bogdanović alias “The Fox” yang kemudian dalam usaha pencarian tersebut menjelaskan kenapa Simon Hunt marah-marah saat siaran langsung beberapa tahun lalu.
Agak kecewa sih dengan film ini, karena saya mengira ini film yang kental thrillernya. Namun ternyata memang lebih banyak porsi drama dengan ending yang “Yah cuma gitu”. Oke, setelah gambaran reportase berbahaya Simon dan Duck serta pencarian The Fox yang berliku endingnya biasa saja tentu kurang gereget jadinya. Namun ada kalimat yang cukup memorable buat saya ketika Benjamin berkata bahwa fakta di medan perang tidak sama dengan yang ia pelajari di sekolah jurnalistik lalu Duck membalas “Hei, tidak semua yang kau pelajari di sekolah jurnalistik itu sama dengan yang ada di lapangan.” Aha, ini memang benar sekali, sejauh pengalaman dan hasil belajar saya secara informal tentang jurnalistik. Jurnalis memang tidak boleh kaku dan baku terhadap teori, mereka harus berani improvisasi dan beradaptasi dengan kondisi lapangan. Inilah dinamikanya, dan inilah yang saya suka dari jurnalistik.

3.Veronica Guerin (2003)
Film ini diangkat dari kisah nyata jurnalis wanita bernama Veronica Guerin asal Irlandia. Adegan pembukanya menampilkan Veronica (Cate Blanchett) yang sedang menyetir dan menelepon rekannya ketika kemudian mobilnya berhenti di lampu merah, ia ditembak oleh pengendara sepeda motor dan tewas seketika. Film kemudian bergerak mundur dan menceritakan kisah Veronica sebagai jurnalis koran Sunday Independent, pada waktu ia menulis berita tentang kejahatan narkoba yang sudah parah tingkatnya di Dublin. Investigasinya kemudian membawanya ke bandar narkoba bahkan bos para bandar. Namun keberhasilannya dalam penelusuran itu justru memberikan dampak negatif, pada bulan Oktober 1994 sekelompok orang melepaskan dua tembakan ke rumahnya sebagai bentuk peringatan sekaligus ancaman kepada ia dan keluarganya. Setelah itu ia pernah diserang seorang pria masuk ke rumahnya dan menembak kakinya, namun itu tidak membuatnya menghentikan reportasenya terhadap kasus tersebut, padahal banyak pihak yang sudah melarangnya. Bahkan ketika ia tiba di rumah sang bos bandar narkoba ia malah dipukuli sampai luka parah dan puncaknya adalah penembakan yang menewaskan dirinya.
Film ini adalah film yang menurut saya paling berhasil menampilkan sisi humanis seorang jurnalis, Veronica yang seorang istri dan ibu serta seorang jurnalis yang ngotot dan pantang menyerah digambarkan dengan pas dan seimbang di sini. Resiko pekerjaan jurnalis yang sering berhadapan dengan orang-orang “penting” dan “berbahaya” ditunjukkan di sini, sikap ngotot Veronica sendiri memang menggambarkan sikap jurnalis pada umumnya yang saya ketahui. Ketika sudah meliput suatu berita, jurnalis akan terus memburu sampai dapat. Yang menarik ada kemunculan Collin Farrel di sini, dia berperan sebagai pria yang sedang minum di bar lalu sempat menggoda Veronica. Kematiannya pada tahun 1996 menimbulkan kemarahan dan kecaman terhadap para pelakunya, sebagian besar ditangkap dan bahkan ada yang dihukum mati.

4.State Of Play (2009)
Film ini merupakan adaptasi dari serial televisi di Inggris dengan judul yang sama. Sebenarnya film ini lebih bergenre kepada thriller tentang politik, namun nuansa jurnalismenya juga kental di sini. Banyak nama aktor dan aktris besar di sini, mulai dari Russell Crowe, Ben Affleck, Rachel McAdams, Hellen Mirren sampai Jeff Daniels. Russell Crowe berperan sebagai Cal McAffrey (yang nampak gemuk, berantakan dan gondrong di film ini) wartawan harian Washington Globe yang menyelidiki kasus pembunuhan seorang pemuda dan seorang anggota kongres AS bernama Sonia Baker yang terjadi dalam waktu kurang dari sehari semalam. Belakangan kasus ini malah melibatkan Stephen Collins (Ben Affleck) bos dari Sonia yang juga anggota kongres sekaligus sahabat lama dari Cal karena ada dugaan Stephen memiliki affair dengan Sonia, padahal Stephen sudah beristri. Bersama rekannya Della Frye (Rachel McAdams) wartawan di harian yang sama sekaligus blogger, Cal meliput kasus ini dan menemukan fakta-fakta mencengangkan bahwa kasus pembunuhan ini merupakan konspirasi politik antara kongres AS dengan perusahaan bernama Point Corp.
Tema konspirasi politik yang melibatkan pemerintah juga merupakan tema film yang saya sukai, jadi ketika film ini menggabungkannya dengan jurnalis sebagai tokoh utamanya film ini menjadi salah satu film favorit saya. Selain soal tema saya juga suka dengan para pemainnya khususnya Russell Crowe dan Rachel McAdams, Russell menampilkan satu sisi lagi dari jurnalis dengan gaya berantakan, brewokan dan tidak rapi itu, entah memang itu penampilan aslinya saat ini atau memang penampilannya khusus untuk film ini tapi dia berperan dengan meyakinkan. Rachel McAdams juga saya suka di sini, dia cantik dan mempesona dua kali lipat dibanding saat dia menjadi Irene Adler di Sherlock Holmes. Perannya di sini juga penting, tidak sekedar menjadi pemanis di film detektif itu (terlepas itu adalah film pertama dan bersifat perkenalan).

5.Beyond A Reasonabled Doubt (2009)
Yang satu ini merupakan remake dari film berjudul sama, film pertamanya dirilis tahun 1956 dan merupakan film noir yang menampilkan sedikit gaya visual, penggambaran konflik dan plot yang mengejutkan di bagian akhir dengan ending yang di luar dugaan. Remakenya dibintangi oleh Michael Douglas, Amber Tamblyn dan Jesse Metcalfe. Kalo di film pertamanya media massanya adalah koran di remakenya diganti menjadi televisi, nama-nama karakternya juga diganti. CJ (Metcalfe) adalah seorang jurnalis muda yang berprestasi namun ambisius. Ia memandang sosok Jaksa Wilayah yang sedang naik daun, Martin Hunter (Douglas) adalah seorang yang curang dalam setiap menangani kasus, CJ yakin Hunter memanipulasi bukti agar ia bisa menjebloskan terdakwa dari setiap kasusnya. Untuk membuktikan itu CJ dan rekannya juga dibantu Ella, staf (Tamblyn) dari Hunter yang kemudian menjadi kekasihnya nekat merekayasa bukti dari suatu kasus pembunuhan yang belum diketahui pelakunya, CJ merekayasa bukti agar semuanya dibuat seolah mengarah pada dirinya dan pada persidangan ia bisa membuktikan bahwa sebenarnya Hunter adalah Jaksa yang curang dan menggunakan popularitasnya untuk maju dalam pemilu mendatang. Kisahnya berlanjut sampai konflik yang semakin rumit ketika rencana CJ mengalami hambatan dan ending yang menunjukkan siapa si “penjahat” sebenarnya.
Sebenarnya film ini punya premis yang bagus dan bisa menjadi film thriller yang baik, sayangnya entah kenapa kok malah jadi gagal total, beberapa referensi yang saya baca juga memberi cap buruk untuk film ini. Waktu nonton pun sebenarnya hanya untuk menuntaskan rasa penasaran saja, dan memang patut diakui kemasannya yang maunya thriller jadi agak datar di film ini. Kalau saja dikemas dengan penuturan yang lebih baik saya yakin film ini tidak akan jadi film thriller tanggung.


6.Balibo (2009)
Yang terakhir ini adalah film yang sempat menimbulkan kontroversi karena oleh LSF dilarang tayang Jiffest tahun lalu, film produksi Australia ini diangkat dari kisah nyata pada tahun 1975 tentang pembunuhan 5 jurnalis Australia oleh tentara Indonesia pada saat Timor-Timur diduduki Indonesia. 5 orang jurnalis televisi tersebut awalnya memang bertujuan untuk meliput serangan tersebut, tapi mereka salah mengira bahwa status mereka sebagai jurnalis tidak menjamin keselamatan mereka. Film ini menggambarkan pencarian jurnalis senior Roger East di Timor-Timur untuk menemukan jurnalis tersebut, pada awalnya ia diundang Jose Ramos Horta untuk menjadi kepala kantor berita di Dili dan menyebarkan kondisi Timor-Timur ke seluruh dunia namun pada akhirnya Roger juga menjadi korban serangan tentara Indonesia.
Kesan saya untuk film ini? Kecewa. Ya film ini tidak seheboh berita maupun resensinya, walaupun sebenarnya bisa dimaklumi karena ini film yang menampilkan sejarah dan kalau boleh dikatakan film-film seperti ini punya kepentingan tersendiri. Saya tidak berkomentar soal fakta sejarahnya, karena memang saya tidak menguasainya. Namun film ini memang cenderung membosankan, plotnya sih cukup bagus karena menampilkan dua bagian secara bergantian, ketika 5 jurnalis yang kemudian disebut “Balibo Five” tiba pertama kali di Timor Timur sampai dibunuh, setiap adegan yang menampilkan 5 jurnalis tersebut tiba di suatu tempat dan bekerja lalu menampilkan perjalanan Ramos Horta dan Roger East di tempat yang sama dengan kondisi yang jauh berbeda meski hanya selang beberapa hari.
Kekecewaan dan kemudian kebosanan makin terasa karena film ini minim musik latar. Entah kenapa musik latar cuma muncul di seperempat akhir bagian film, ketika serangan tentara Indonesia dimulai. Sisanya? Tidak ada musik latar dan membuat saya yang menonton adegan per adegan tidak terbangun mood-nya. Satu yang jadi pertanyaan adalah pemeran tentara Indonesia, mereka sempat berdialog Indonesia seperti “Keluar!” selebihnya sih tidak ada. Yang jadi pertanyaan adalah apa ini benar-benar orang Indonesia? Kalau memang iya kenapa mereka mau bermain di film yang justru menyudutkan Indonesia?
Sebenarnya ada beberapa film lagi sih, tapi tentunya terlalu banyak kalau ditulis semuanya. Antara lain “All The President’s Men”, yang ini saya belum nonton tapi kalau tidak salah film ini bercerita tentang skandal Watergate lalu ada juga “Resurrecting The Champ” yang bercerita tentang kebohongan tak disengaja dari sebuah artikel, sedikit mirip dengan “Shattered Glass”. Yang pasti film-film ini memberikan perspektif baru pada penonton tentang profesi jurnalis yang sebenarnya merupakan pekerja kemanusiaan dengan caranya sendiri, melaporkan berita kepada masyarakat.

sumber : 
http://ekajazzlover.wordpress.com/2010/02/26/film-film-tentang-jurnalis/

Senin, 09 April 2012

Free Download Total Video Converter + Crack

Mau ngedit video tapi format .3gp ga bisa diedit, nanya sama pacar saya katanya pake TOTAL VIDEO CONVERTER. Langsung saya cari ke om google eh nemu yang gratis nih..









Semoga bisa membantu kalian :D

Kamis, 08 Maret 2012

PENIPUAN DAN PRAKTEK MENYIMPANG DARI PERUSAHAAN FUTURES



Maraknya PENIPUAN oleh perusahaan berjangka yang dilaporkan ke
kepolisian mengundang pertanyaan bagi orang awam atau calon nasabah
perusahaan berjangka. apakah perusahaan yang jelas2 legal di mata hukum
positif indonesia bisa melakukan praktek yang dilarang? nampaknya perlu
diperjelas apa yang dimaksud dengan PENIPUAN oleh perusahaan berjangka.



mungkin akan lebih baik kalo kita gunakan sebutan 'praktek menyimpang'
perusahaan berjangka daripada kata PENIPUAN, karena gak semua hal yang
menyimpang ini MENIPU. tapi nanti pasti akan kelihatan dimana dari
sekian hal yang bisa dinilai sebagai sebuah penipuan.



1. perusahaan berjangka menutupi identitas diri dengan perusahaan lain.

jelas, perilaku menyimpang dan PENIPUAN. kita sama2 tau bahwa image
perusahaan berjangka berada di titik nadir sejak beberapa tahun lalu..
dan perusahaan ini, sebagaimana layaknya perusahaan lain, harus tetap
dapet nasabah kalo mau tetap hidup. oleh karenanya, perusahaan2 ini
banyak yang menutupi identitas dirinya di balik PO BOX, atau nama
perusahaan lain, seperti yang pernah dilakukan maxgain dan perusahaan
gw..




2. perusahaan berjangka membuka lowongan yang 'aneh2' untuk menutupi kebutuhan mereka akan marketing


jelas, ini penipuan. tapi ini biasa juga dilakukan perusahaan futures
untuk menjebak calon karyawannya.. mereka buka lowongan di koran atau
nempel lowongan di kampus2 bahwa mereka butuh orang2 untuk human
resources development, admin, sekretaris, akunting, entry data, bahkan
sampai security.. tapi buntutnya, yang dateng kesana dan dinilai menarik
akan diminta bergabung untuk menjadi marketing futures dengan berbagai
nama... financial analyst, financial consultant, business advisor,
account executive, dll dll.. mereka menjanjikan training, basic income
diatas 3 juta, komisi, perjalanan keluar negeri, PDA, ponsel, mobil, dll
dll, pokoknya sangat menggiurkan. hati2lah..



3. perusahaan berjangka berkantor di gedung mewah untuk membuat citra elit.

sebenernya sih fair2 aja.. cuma terkadang gara2 tampilan luar ini kita
menjadi tidak objektif. malah kadang2 meja-kursi di kantor itu juga
sewaan.. jadi kalo kantor itu bangkrut atau kabur, kita tidak bisa
mengklaim apapun isi kantornya, karena pasti akan disegel oleh pemilik
gedung terlebih dahulu.



4. jarang menerima marketing yang sudah mengenal dunia futures sebelomnya.

makin hijau si calon marketing, makin jauh dari dunia futures si calon
marketing, kesempatan diterima makin baik.. karena apa? tidak lain dan
tidak bukan adalah orang2 yang masih hijau ini tidak banyak mengetahui
tentang kebobrokan perusahaan berjangka, sehingga mereka nanti akan
bekerja tanpa beban...

itu juga yang menjadi salah satu alasan mereka memasang lowongan di kampus2....



5. Menunjuk seorang Wakil Pialang Berjangka dalam agreement, tapi
memberikan kebebasan pada trader non wakil pialang untuk mencari nasabah
dan menjalankan amanat nasabah.


Seingat gw, koreksi kalo salah, dalam mendirikan sebuah pialang
berjangka, minimum harus ada 2 wakil pialang berjangka dalam jajaran
direksi, untuk setiap cabang pialang berjangka. kalo pialang X punya 2
cabang, berarti harus punya minimum 4 wakil pialang berjangka....

dan tentunya trader2 pun harus punya lisensi WAKIL PIALANG BERJANGKA...



bagaimana cara mendapat wakil pialang berjangka ini?

jelas, siapapun asal lulusan D3/S1 berhak ikut ujian CALON wakil pialang
berjangka yang secara teratur diselenggarakan Bappebti, bekerjasama
dengan APBI atau disponsori pialang yang sedang promo...

setelah lulus ujian (yang soal2nya terlalu gampang bagi pemula
sekalipun), mereka mendapat sertifikat CALON WAKIL PIALANG BERJANGKA, gw
singkat CWPB.

nah, apakah setelah dapet sertifikat ini mereka boleh menjalankan tugas sebagai WAKIL PIALANG BERJANGKA (WPB)?

TIDAK!

dalam jangka waktu 6 bulan setelah memperoleh sertifikat CWPB, seseorang
harus DIDAFTARKAN oleh sebuah pialang berjangka, menggunakan formulir
III Pro. xx (gw lupa), ke Bappebti, agar mendapat lisensi sebagai
WPB....



JADI,



kalo sampai 6 bulan CWPB gak direkrut oleh pialang berjangka, dia harus ngulang ujian lagi....



MASALAHNYA adalah, tidak semua pialang mau repot untuk merekrut seseorang menjadi WPB, karena terikat oleh gaji.

sebagai perusahaan yang ngakunya sebagai 'COMMISSION HOUSE' yang
hidupnya dari KOMISI... ehemmm.... mereka merasa berkeberatan kalo harus
menyuruh semua marketingnya menjadi WPB dan digaji!

mereka cukuplah menggaji beberapa orang, sebagai WPB, dengan gaji minim,
dan diberi janji akan dapet 'fee' kalo ada nasabah buka account di
agreement yang dia tandatangani...



selebihnya, orang2 tanpa lisensi, dianggap wajar untuk mencari nasabah dan menjalankan amanat nasabah.....



dan di mata hukum itu salah... pertanyaannya, hukum milik siapa?



6. Memberikan training seadanya bagi marketing

well... ini sebenernya salah satu sumber dari beberapa kekusutan di bisnis ini...

fresh graduated, setelah dinyatakan diterima, cuma diberi training soal
perdagangan futures MAKSIMAL 1 minggu(!).... dan setelah itu, sampai
maksimal 3 bulan, mereka cuma dapet 'uang bensin' yang nilainya di bawah
UMR... kadang2 cuma rp 200.000/bulan..

dengan kondisi minim kemampuan, gaji superkecil, mereka 'ditekan' dan
'diiming2i' oleh asisten manajer mereka, untuk mencari nasabah sesegera
mungkin...

macem2 caranya...

ada manajer yang janji kasih ponsel kalo ada marketingnya yang berhasil ngajak nasabah buka account...

atau ada yang janji kasih tambahan komisi kalo bisa bawa nasabah sebelom 1 bulan, misalnya....



marketing mana yang tidak tergiur?



walhasil, mereka mencari cara agar dapat nasabah dengan cara cepat.... salah satunya adalah memberikan JANJI KEUNTUNGAN!

sesuatu hal yang DIHARAMKAN di dunia perdagangan...



kenapa ini seringkali berhasil?

karena tipikal masyarakat indonesia adalah MASYARAKAT PENABUNG! mereka
lebih suka naruh duit di deposito biarpun bunga kecil tapi dapet duit
tanpa resiko duit itu ilang... sekarang masih mending mau ke
reksadana... tapi IHSG rontok juga reksadana bisa rugi...

masyarakat indonesia belom sampai ke taraf masyarakat INVESTASI, yang
bersedia keluar duit kecil yang idle, untuk diputar dalam isnis yang
lebih beresiko, demi keuntungan relatif di masa depan...



AKIBATNYA?

dunia futures jelas dunia perdagangan semata... ada untung ada rugi...
dan si trader ini jelas lebih mengutamakan komisi dalam mendapatkan
iming2/janji dari atasan mereka... makin banyak lot yang diperdagangkan,
akan makin kaya mereka.... TAPI, apakah dana nasabah bisa mereka
amankan sesuai janji???



belom tentu... ingat.. mereka cuma dapet training 1 MINGGU!

apa yang bisa diharapkan dari seorang trader dengan pengalaman mock trading 1 MINGGU??????????????????????????????????????



sama aja kita naruh mobil di bengkel tapi dikerjakan oleh orang yang baru kenal sparepart.....



mulai deh, loss... kena floating... minta inject dana... kalo si nasabah
udah marah dan dateng ke kantor, mereka kabur, HP dibuang, pindah
kos2an.... perusahaan cuek bebek....



that's the fact!



7. Menjanjikan kepada nasabah bahwa Wakil Pialang Berjangka akan membantu transaksi si trader

another BS!

pertama, sudah melanggar peraturan!

kedua, selama bertahun2 gw di dunia futures lokal, tunjukin satu aja
wakil pialang berjangka yang mendampingi si trader menjalankan amanat
nasabah, dari pagi sampai malem, ikutan begadang gara2 floating loss,
atau nungguin kalo ada news!



paling banter mereka cuma didampingi manajernya, yang cuma bisa
mendorong i trader untuk makin banyak melakukan transaksi.. karena apa?
dari komisi yang dibebankan kepada nasabah, si manajer ini juga mendapat
bagian yang biasa gw sebut sebagai 'overriding'....

makin banyak transaksi, makin gede komisinya.... malah gw sering liat
ada manajer yang overridingnya jauh lebih gede daripada gajinya!



tapi, setelah margin menipis, si manajer ini akan beringsut pergi,
mencari trader2 lain yang bisa 'dikerjain', atau 'mendorong' marketing
baru untuk segera dapet nasabah...... begitu seterusnya.....



akibat untuk nasabah? udah jelas.. karena si trader ini masih hijau,
belom pengalaman, sering aja nurut apa kata si manajer yang
'berpengalaman' lebih daripada mereka....

manajer bilang buy, mereka ikut2an buy... begitu sebaliknya.... tanpa
mereka tau bahwa manajer melakukan ini salah satunya juga untuk
'overriding'....



kalo udah ambil posisi, biasanya kabur, apalagi kalo floating loss... ada aja alesannya kalo diminta dateng ke kantor....

kalo udah mepet, biasanya dengan entengnya disuruh inject dana....



WTF!



8. Tidak memberikan statement account kepada nasabah

biarpun sekarang mulai diubah, tetep aja banyak pialang yang gak kasih
temporary/daily statement ke nasabah.... jadi sering sekali nasabah gak
tau menahu kondisi accountnya, bahkan sangat banyak nasabah yang shock
waktu diberi tahu kalo kena margin call!

penggunaan software trading meminimalisir ini, tapi pengguna software
masih gak sebanyak pialang yang tradingnya masih menggunakan DQ di
floor..... 








Sumber: nang kene